Tugas kelompok BAB
4-10
Nama Kelompok :
1. CINTHYA
AYUNDA (22214422)
2.
DEVI IRMAWATI (22214820)
3.
EKA AGUSTINA NURSITA (23214418)
4.
FITRI HANDAYANI (24214320)
5.KHOIRUNNISA
RAMADINI (25214878)
6.
MARINI HARTINA (26214398)
7.
RINDI MARDA HEPATICA (29214429)
KELAS
: 1EB35
BAB
4
A. Masalah
Sumber Daya Alam
SDA adalah segala sesuatu yang berasal dari
alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sumber daya alam terbagi
menjadi dua, yaitu:
1. SDA
yang dapat diperbaharui (renewable)
Ø SDA
hayati : (-Hewan, peternakan, dan perikanan, -Tumbuhan, perkebunan, dan
pertanian)
Ø SDA
non hayati : (-sinar matahari, -angin dan air)
2. SDA
yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable)
Ø Minyak
bumi
Ø Emas
Ø Besi
Dan bahan tambang lainnya
·
Sumber Daya Alam Di
Indonesia
Indonesia
merupakan negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi kedua di dunia setelah Brazil. Karena tingginya
keanekaragaman sumber daya alam hayati yang dimiliki Indonesia dan hal ini,
memuat penjelasan mengenai mekanisme pemanfaatan kekayaan sumber daya alam
tersebut.
Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antar pemerintah dan pemerintah daerah antara lain:
1. Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya dan pelestarian.
2. Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.
3. Penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.
1. Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya dan pelestarian.
2. Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.
3. Penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.
·
Masalah Sumber Daya Alam
Penerapkan prinsip dasar pengelolaan
sumber daya alam dalam konstitusi Negara yang tetap hingga sekarang, yaitu:
Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
1. Terus menurunnya kondisi hutan.
Hutan merupakan salah satu sumber daya yang penting, tidak hanya dalam
menunjang perekonomian nasional tetapi juga dalam menjaga daya dukung
lingkungan terhadap keseimbangan ekosistem dunia. Di Indonesia tiap tahunnya
jumlah hutan diperkirakan berkurang 3-5% per tahunnya.
2. Kerusakan DAS (Daerah Aliran
Sungai). Praktik penebangan liar dan konversi lahan menimbulkan dampak yang
luas, yaitu kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS. Kerusakan DAS tersebut juga
dipacu oleh pengelolaan DAS yang kurang terkoordinasi antara hulu dan hilir
serta kelembagaan yang masih lemah. Hal ini akan mengancam keseimbangan ekosistem
secara luas, khususnya cadangan dan pasokan air yang sangat dibutuhkan untuk
irigasi, pertanian, industri, dan konsumsi rumah tangga.
3. Habitat ekosistem pesisir dan laut
semakin rusak. Kerusakan habitat ekosistem di wilayah pesisir dan laut semakin
meningkat. Rusaknya habitat ekosistem pesisir seperti deforestasi hutan
mangrove telah mengakibatkan erosi pantai dan berkurangnya keanekaragaman
hayati (biodiversity). Erosi ini juga diperburuk oleh perencanaan tata ruang
dan pengembangan wilayah yang kurang tepat. Beberapa kegiatan yang diduga
sebagai penyebab terjadinya erosi pantai, antara lain pengambilan pasir laut
untuk reklamasi pantai, pembangunan hotel, dan kegiatan- kegiatan lain yang
bertujuan untuk memanfaatkan pantai dan perairannya. Sementara itu, laju
sedimentasi yang merusak perairan pesisir juga terus meningkat.
4. Citra pertambangan yang merusak
lingkungan. Sifat usaha pertambangan,khususnya tambang terbuka (open pit
mining), selalu merubah bentang alam sehinggamempengaruhi ekosistem dan habitat
aslinya. Dalam skala besar akan mengganggukeseimbangan fungsi lingkungan hidup
dan berdampak buruk bagi kehidupan manusia.Dengan citra semacam ini usaha
pertambangan cenderung ditolak masyarakat. Citra inidiperburuk oleh banyaknya
pertambangan tanpa ijin (PETI) yang sangat merusak lingkungan.
B.
Struktur Penguasaan Sumber
Daya Alam
Dengan permasalahan-permasalahan di atas, sasaran
pembangunan yang ingin dicapai adalah membaiknya sistem pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup bagi terciptanya keseimbangan antara aspek
pemanfaatan sumber daya alam sebagai modal pertumbuhan ekonomi (kontribusi
sektor perikanan, kehutanan,pertambangan dan mineral terhadap PDB) dengan aspek
perlindungan terhadapkelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai penopang
sistem kehidupan secara luas.
Seluruh kegiatannya harus dilandasi tiga pilar pembangunan
secara seimbang, yaitu:
1. menguntungkan secara ekonomi
(economically viable),
2. diterima secara sosial (socially
acceptable) dan ramah lingkungan (environmentally sound).
3. Prinsip tersebut harus dijabarkan
dalam bentuk instrumen kebijakan dan peraturan perundangan lingkungan yang
dapat mendorong investasi pembangunan jangka menengah di seluruh sektor dan
bidang yang terkait dengan sasaran pembangunan sumber daya alam dan lingkungan
hidup.
Ø Sasaran pembangunan kehutanan
adalah:
1)
Tegaknya hukum, khususnya dalam pemberantasan pembalakan liar (illegal logging)
dan penyelundupan kayu
2)
Penetapan kawasan hutan dalam tata-ruang provinsi di kabupaten/kota
3)
Optimalisasi nilai tambah dan manfaat hasil hutan kayu
5)
Bertambahnya hutan tanaman industri (HTI), sebagai basis pengembangan
ekonomi-hutan
6)
Konservasi hutan dan rehabilitasi lahan untuk menjamin pasokan air dan system
penopang kehidupan lainnya
7)
Pengelolaan hutan secara lestari
Ø Sasaran pembangunan kelautan adalah:
1)
Berkurangnya pelanggaran dan perusakan sumber daya pesisir dan laut
2)
Serasinya peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya pesisir dan laut
3)
Meningkatnya luas kawasan konservasi laut dan meningkatnya jenis/genetik biota
laut langka dan terancan punah
4)
Terintegrasinya pembangunan laut, pesisir, dan daratan dalam satu kesatuan
pengembangan wilayah
5)
Terwujudnya ekosistem pesisir dan laut yang terjaga kebersihan, kesehatan, dan
produktivitasnya;
Ø Sasaran pembangunan pertambangan dan
sumber daya mineral adalah:
1)
Optimalisasi peran migas dalam penerimaan daerah guna menunjang pertumbuhan
ekonomi
2)
Meningkatnya cadangan, produksi, dan ekspor migas
3)
Meningkatnya produksi dan nilai tambah produk pertambangan
4)
Terjadinya alih teknologi dan kompetensi tenaga kerja
5)
Meningkatnya kualitas industri hilir yang berbasis sumber daya mineral
6)
Teridentifikasinya “kawasan rawan bencana geologi” sebagai upaya pengembangan
sistem mitigasi bencana
7)
Berkurangnya kegiatan pertambangan tanpa ijin (PETI)
C.
Dominasi
SDA di Indonesia
Dominasi asing
merupakan permasalahan penting di bidang energi negara. Penguasaan asing atas
sumber daya alam telah banyak menimbulkan persoalan, tidak hanya bidang energi
tapi juga merambah kepada kehidupan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan
hidup.
“Campur tangan intervensi asing terhadap kenaikan harga BBM cenderung terasa. Kenaikan harga BBM disebabkan kegagalan pemerintah dalam menerapkan kebijakan energi nasional yang selalu di intervensi oleh kekuatan asing yang ingin mengontrol energi di seluruh dunia,” ujar Direktur SMC Syahganda Nainggolan saat diskusi bertema ‘Dampak Kenaikan BBM dan Upaya Kemandirian Energi’ yang diselenggarakan Kaukus Muda Indonesia (KMI) di Galeri Cafe TIM, Selasa (25/6). Ia juga menyatakan bahwa Indonesia tidak akan mencapai kemandirian energi selama masih ada intervensi asing dalam setiap kebijakan yang dibuat pemerintah. Selain itu, kata dia, banyaknya mafia migas yang ingin mencari keuntungan pribadi membuat indonesia tidak bisa optimal dalam memanfaatkan energi yang ada untuk mememuhi kebutuhan nasional.
“Hal ini masih bisa di antisipasi apabila dilakukan perbaikan di sektor hulu. Bangsa Indonesia saat ini terasa tidak mandiri lagi. Banyak tekanan dan intervensi asing yang sudah merajalela merugikan kehidupan,” ungkap dia. Selain kenaikan harga BBM, lanjut Syahganda, kegagalan lain pemerintah yakni adanya pemberian kompensasi berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) kepada masyarakat. Menurutnya, kegagalan itu terlihat dari cara koordinasi pemerintah pusat dengan pemda lokal yang kurang setuju dengan pemberian BLSM.
“Terbukti sejumlah Kepala Desa (Kades) menolak menyalurkan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Mereka menganggap pemberian BLSM oleh pemerintah pusat, tidak bisa memberikan solusi atas kondisi kemiskinan masyarakat saat ini. Pemberian BLSM hanya sebagai upaya politisasi kepentingan pihak tertentu,” pungkasnya. (346)
“Campur tangan intervensi asing terhadap kenaikan harga BBM cenderung terasa. Kenaikan harga BBM disebabkan kegagalan pemerintah dalam menerapkan kebijakan energi nasional yang selalu di intervensi oleh kekuatan asing yang ingin mengontrol energi di seluruh dunia,” ujar Direktur SMC Syahganda Nainggolan saat diskusi bertema ‘Dampak Kenaikan BBM dan Upaya Kemandirian Energi’ yang diselenggarakan Kaukus Muda Indonesia (KMI) di Galeri Cafe TIM, Selasa (25/6). Ia juga menyatakan bahwa Indonesia tidak akan mencapai kemandirian energi selama masih ada intervensi asing dalam setiap kebijakan yang dibuat pemerintah. Selain itu, kata dia, banyaknya mafia migas yang ingin mencari keuntungan pribadi membuat indonesia tidak bisa optimal dalam memanfaatkan energi yang ada untuk mememuhi kebutuhan nasional.
“Hal ini masih bisa di antisipasi apabila dilakukan perbaikan di sektor hulu. Bangsa Indonesia saat ini terasa tidak mandiri lagi. Banyak tekanan dan intervensi asing yang sudah merajalela merugikan kehidupan,” ungkap dia. Selain kenaikan harga BBM, lanjut Syahganda, kegagalan lain pemerintah yakni adanya pemberian kompensasi berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) kepada masyarakat. Menurutnya, kegagalan itu terlihat dari cara koordinasi pemerintah pusat dengan pemda lokal yang kurang setuju dengan pemberian BLSM.
“Terbukti sejumlah Kepala Desa (Kades) menolak menyalurkan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Mereka menganggap pemberian BLSM oleh pemerintah pusat, tidak bisa memberikan solusi atas kondisi kemiskinan masyarakat saat ini. Pemberian BLSM hanya sebagai upaya politisasi kepentingan pihak tertentu,” pungkasnya. (346)
D. Kebijakan
SDA di Indoneisa
Kondisi
lingkungan hidup dari waktu ke waktu mengalami penurunan kualitas yang
disebabkan oleh tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering
diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang terjadi juga menimbulkan konflik
sosial maupun konflik lingkungan. Permasalahan yang terjadi tersebut memerlukan
perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan hidup yang secara umum telah
diatur dengan Undang-undang No.4 Tahun 1982. Namun berdasarkan pengalaman dalam
pelaksanaannya berbagai ketentuan tentang penegakan hukum sebagaimana tercantum
dalam Undang-undang Lingkungan Hidup, maka dalam Undang-Undang Pengelolaan
Lingkungan Hidup diadakan berbagai perubahan untuk memudahkan penerapan
ketentuan yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan yaitu Undang-undang
No 4 Tahun 1982 diganti dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan
pelaksanaanya. Undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam
melindungi lingkungan hidup dan ditunjang dengan peraturan perundang-undangan
sektoral. Hal ini mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan koordinasi
secara sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah non-departemen
sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing, seperti
Undang-undang No. 22 Th 2001 tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang
kehutanan, UU No. 24 Th 1992 tentang Penataan Ruang dan diikuti pengaturan lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri,
Peraturan Daerah maupun Keputusan Gubernur.
BAB 5
PDB
dan pertumbuhan dan perubahan ekonomi
Produk
domestic bruto (PDB), atau Gross Domestic Product (GDP) adalah jumlah nilai
dari semua produk akhir barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu kawasan di
dalam periode waktu tertentu. PDB mencakup konsumsi pemerintah, konsumsi
masyarakat, investasi dan eksport dikurangi impor di dalam kawasan tertentu.
Sebagai salah satu indikator yang penting, PDB melihat sehat tidaknya
perekonomian suatu kawasan selain untuk menakar tingkat kemakmuran kawasan
tersebut. Biasanya PDB disajikan sebagai perbandingan tahun sebelumnya.
Sebagai contohnya jika PDB tahun ke tahun Indonesia naik 5,5% itu artinya
ekonomi Indonesia bertumbuh sebanyak 5,5% selama tahun terakhir tersebut.
Produktivitas
dan pertumbuhan ekonomi yang dipresentasikan oleh PDB mempunyai dampak yang
besar kepada perekonomian. Contohnya, jika ekonomi suatu negara dinyatakan
sehat maka dapat diartikan dengan tingkat pengangguran yang rendah dimana
banyak permintaan tenaga kerja dengan upah gaji yang meningkat menandakan
pertumbuhan dari industri-industri di dalam ekonomi. Perubahan yang signifikan
di dalam PDB apaah positif atau negatif mempunyai dampak yang besar kepada
pasar saham. Dengan mudah dapat dijelaskan bahwa ekonomi yang tidak sehat
berarti penurunan keuntungan bagi perusahaan yang dalam arti praktis diartikan
sebagai penurunan harga saham perusahaan tersebut. Investor sangat khawatir
dengan pertumbuhan negatif PDB yang dapat diartikan oleh para ekonom, yaitu
tanda terjadinya resesi.
Pertumbuhan
dan Perubahan Struktur Ekonomi
Kesejahteraan
masyarakat dari aspek eknomi dapat diukur dengan tingkat pendapatan nasional
per-kapita. Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi
menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses
pembangunan ekonomi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal
pembangunan ekonomi suatu Negara, umumnya perencanaan pembangunan eknomi
berorientasi pada masalah pertumbuhan. Untuk negara-negara seperti Indonesia
yang jumlah penduduknya sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang
sangat tinggi ditambah lagi fakta bahwa penduduk Indonesia dibawah garis kemiskinan
juga besar, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya
harus jauh lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan
pendapatan masyarakat per-kapita dapat tercapai. Pertumbuhan ekonomi dapat
menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan
pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata. Pertumbuhan ekonomi juga
harus disertai dengan program pembangunan sosial.
Pertumbuhan
Ekonomi selama Orde Baru
Semenjak
pemerintahan orde baru tahun 1966, ekonomi
Indonesia
dalam keadaan porak poranda. Antara tahun 1962 sampai 1966,
pertumbuhan
PDB hanya 2 % per tahun, yang lebih kecil daripada pertumbuhan
penduduk,
sehingga pendapatan nasional per kapita menurun. Investasi dalam %
dari
PDB, yang sangat strategis artinya bagi pertumbuhan ekonomi menurun.
Infra
struktur dalam bidang transportasi, komunikasi, irigasi dan kelistrikan
memburuk.
Anggaran negara yang selalu defisit, ditambah dengan defisit dalam
neraca
pembayaran menyebabkan menyusutnya cadangan devisa. Di tahun 1962
defisit
anggaran negara 63 %, yang meningkat menjadi 127 % di tahun 1966.
Defisit
ganda dari anggaran negara dan neraca pembayaran juga mengakibatkan
hiper
inflasi. Di tahun 1966, inflasinya mencapai 635 %.
Pemerintah
yang tidak cukup mempunyai cadangan devisa melakukan penjatahan dalam penjualan
devisa, sehingga timbul pasar gelap untuk valuta asing dengan perbandingan
harga antara pasar gelap dan kurs resmi dengan 2 sampai 3 kali
lipat.
Perbedaan ini terus meningkat sampai pernah mencapai 10 kali lipat.
Dalam
keadaan tersebut, dengan sendirinya orang tidak mau memegang
rupiah.
Rupiah segera dijadikan barang yang harganya setiap hari meningkat.
Maka
dunia perbankan tidak berfungsi, karena tidak ada orang yang menyimpan
uang
di bank. Pelarian modal ke luar negeri dan spekulasi adalah kegiatan
sehari-hari
dari para anggota masyarakat kita.
Kondisi
perekonomian yang porak poranda seperti tergambarkan di atas, pemerintah tidak
dapat langsung menyusun paket pertumbuhan ekonomi sebelum konsolidasi dan
rehabilitasi. Yang pertama-tama ditanggulangi adalah penekanan inflasi. Caranya
dengan menyeimbangkan anggaran negara. Uang beredar
diturunkan
melalui pemberian bunga yang sangat tinggi untuk deposito berjangka
pada
bank-bank milik negara, yaitu 60 % setahun. Asal usul deposito tidak dapat
disusut.
Deposito dan tabungan di bank-bank BUMN yang di tahun 1962 hanya
Rp.
5,- milyar, meningkat menjadi Rp. 34,- milyar di tahun 1969, dan meningkat
terus
menjadi Rp. 122,- milyar di tahun 1972. Sekarang, atau untuk tahun 1996,
jumlah
tabungan dan deposito dalam perbankan keseluruhan, baik BUMN maupun
bank-bank
swasta lainnya mencapai angka 172,7 trilyun.
Sistem
lalu lintas devisa dibuat bebas. Penentuan kurs rupiah terhadap valuta
asing,
terutama dollar AS, dipertahankan pada kurs tertentu dengan dollar AS,
yang
stabilitasnya dijamin oleh BI. Setelah itu, diambangkan secara terkendali,
yang
sebanyak mungkin diserahkan pada mekanisme pasar, dengan stabilisasi
melalui
intervensi oleh Bank Indonesia.
Utang-utang
luar negeri dijadualkan kembali. Negara-negara kreditur tidak hanya bersedia
menjadualkannya kembali, tetapi mereka juga membentuk konsorsium
untuk
memberikan utang kepada Indonesia. Kelompok ini terkenal dengan nama
Inter
Governmental Group on Indonesia atau IGGI. Setelah terjadi ketegangan
dengan
pemerintah Belanda, dan mengeluarkannya, nama kelompok negara-
negara
donor tanpa Belanda menjadi Consultative Group on Indonesia atau CGI.
Setelah
tahap konsolidasi dilampaui, pemerintah mulai dengan program
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi yang cepat. Dari pihak pemerintah,
pemompaan
daya beli pada masyarakat dilakukan melalui pembangunan infra
struktur
secara besar-besaran. Investasi dari sektor swasta, baik yang domestik
maupun
asing dipacu dengan berbagai insentif seperti yang tertuang di dalam
Undang-Undang
nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA)
dan
Undang-Undang nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negeri
(PMDN).
Pemerintah
orde baru dapat melakukan pembangunan ekonomi dengan stabilitas politik yang
kokoh. Stabilitas politik diserahkan kepada ABRI, yang
memberlakukan
security approach, sedangkan pembangunan ekonomi
diserahkan
kepada para profesional, yang kebanyakan bukan politisi. Dengan
bantuan
dari lembaga-lembaga internasional, baik dalam nasihat maupun
dukungan
dana, pembangunan selama orde baru telah membuahkan hasil yang
gemilang.
Pertumbuhan
ekonomi antara tahun 1970 sampai tahun 1996 berfluktuasi antara yang paling
rendah 2,25 % di tahun 1982, 2,26 % di tahun 1985 dan 3,21 % di
tahun
1986. Pertumbuhan pernah mencapai 14,6 % di tahun 1987 yang
merupakan
perkecualian. Pada umumnya pertumbuhan berfluktuasi antara 6
sampai
8 %. Pertumbuhan rata-rata dari 1969 sampai 1997 adalah 6,9 %. Ini
adalah
sebuah prestasi yang mengagumkan banyak negara-negara maju dan
lembaga-lembaga
internasional. Dengan pertumbuhan penduduk yang rata-rata 2
%
setahun, pertumbuhan pendapatan nasional per kapita mengalami kemajuan
dari
$ 76,- di tahun 1971 menjadi $ 1.136 di tahun 1996.
Sejak
tahun 1970, inflasi terrendah adalah di tahun l985 sebesar 4,7 %, dan
inflasi
tertinggi di tahun 1974 sebesar 40,6 %, dengan rata-rata inflasi
sebesar
l2,26 %. Jikas ejak tahun 1974, ekspor migas selalu di atas 70 % dari
keseluruhan
ekspor,
dan bahkan pernah mencapai 82,4 % di tahun 1982, maka sekarang, di
tahun
1996 ekspor minyak bumi dan gas alam hanya merupakan 23,5 % saja dari
keseluruhan
ekspor. Ini berarti bahwa ketergantungan kita pada migas sangat
berkurang.
Dengan produksi migas yang tidak menyusut, perbandingan ini
menunjukkan
betapa industrialisasi telah meningkat pesat.
Pada
tahun 1968 sumbangan sektor pertanian terhadap pembentukan PDB adalah 51%,
sedangkan sumbangan industri manufaktur hanya 8,5 %. Dengan produksi
pertanian
yang tidak menyusut, sumbangan sektor industri manufaktur terhadap
pembentukan
Produk Domestik Bruto di tahun 1996 sudah meninggalkan sektor
pertanian,
karena sudah merupakan 25,5 %, sedangkan sumbangan sektor
pertanian
16,5 %. Ini berarti bahwa perekonomian telah mengalami modernisasi
dan
transformasi dari berat pertanian pada berat industrialisasi, tanpa
pertaniannya
menjadi lemah. Target pemerintah meningkatkan industrialisasi berdasarkan atas
pertanian
yang kuat telah menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Sejak
tahun 1970, ekspor non migas mengalami kenaikan dari $ 475,- juta di
tahun
1966 menjadi $ 38,093 milyar di tahun 1996. Pertumbuhan ekonomi di indonesia
ini mencapai 6% tahun ini, menurut BI ( bank Indonesia), ekonomi Indonesia
mencapai 5,5-6% pada tahun ini meningkat menjadi 6-6,5% pada tahun 2011dengan
demikian prospek ekonomi indonesia semakin bagus.
Perbaikan
ekonomi indonesia bersumber dari sisi eksternal sejalan dengan pemulihan
ekonomi global pada saat ini, seperty ekspor yang mencatatat pertunjukan yang
sangat positif, dan lebih baik lagi berbaremgan dengan impor yang akan lebih
baik lagi dan berdapak bagus di dalam amupun di luar negeri. Selain didukung
perkembangan ekonomi global dan domestik yang membaik menurut BI (bank
Indonesia) ekonomi tahun depan juga disongkoh konsumsi rumah tangga yang kuat,
peningkatan sektor eksternal, dan peningkatan investasi, kata Gubernur BI Darma
nasution di jakarta.
Faktor-faktor
Penentu Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Ada
beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, namun
pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu
faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi.
Faktor
ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah
sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau
kewirausahaan.
Sumber
daya alam yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah,
keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang dan hasil laut sangat memengaruhi
pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku
produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah
bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi
(disebut juga sebagai proses produksi).
Sumber
daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah
dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial
untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan
seberapa besar produktivitas yang ada.
Sementara
itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut.
Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan.
Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan
dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat
meningkatkan produktivitas.
Faktor
nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan
politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku.
Perubahan
Struktur Ekonomi
Berikut
beberapa faktor yang menentukan terjadinya perubahan struktur ekonomi antara
lain :
-
Produktivitas tenaga kerja per sektor secara keseluruhan
-
Adanya modernisasi dalam proses peningkatan nilai tambah dari bahan baku,
barang setengah jadi dan barang jadi.
-
Kreativitas dan penerapan teknologi yang disertai kemampuan untuk memperluas
pasar produk/jasa yang dihasilkannya.
-
Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor dan
komoditi unggulan
-
Ketersediaan infrastruktur yang menentukan kelancaran aliran distribusi barang
dan jasa serta mendukung proses produksi.
-
Kegairahan masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara
terus-menerus
-
Adanya pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah
-
Terbukanya perdagangan luar daerah dan luar negeri melalui ekspor-impor
Struktur
perekonomian adalah besar share lapangan usaha terhadap total PDRB baik atas
dasar harga yang berlaku maupun harga konstan. Dengan mengetahui struktur
perekonomian, maka kita dapat menilai konsentrasi lapangan usaha yang sangat
dominan pada suatu daerah. Biasanya terdapat hubungan antara lapangan usaha dan
penduduk suatu daerah. Menurut Teori Lewis, perekonomian suatu daerah harus
mengalami transformasi struktural dari tradisional ke industri, yang
ditunjukkan dengan semakin besarnya kontribusi sektor non pertanian dari waktu
ke waktu terhadap total PDRB.
Dalam
kaitannya dengan transformasi struktural, beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian adalah :
Pertama,
kenaikan riil share pada sektor primer dapat saja dipahami apabila diikuti
dengan peningkatan produktvitas yang ikut membawa dampak positif pada upah
rata-rata, khususnya di sektor pertanian.
Kedua,
perlu diupayakan peningkatan nilai tambah pada sektor sekunder, yakni industri
pengolahan, khususnya industri skala kecil dan menengah yang dibangun dengan
basis pertanian. Hal ini mengandung arti bahwa industri yang hendak
dikembangkan harus dapat mendorong dan menyerap hasil dari sektor pertanian.
Ketiga,
berkenaan dengan sektor tersier, hendaknya pengembangan sektor perdagangan
harus terus dikembangkan dalam rangka memperluas pasar pada sektor primer dan
sekunder, termasuk perdagangan yang bersifat ekspor (keluar daerah dan ke luar
negeri). Sementara perkembangan sektor hotel, restoran harus dipadukan dengan
pembangunan pariwisata guna menumbuhkan sektor tersebut dan industri pendukung
wisata lainnya, seperti: transportasi, komunikasi, souvenier dan jasa hiburan.
Di samping itu, pengembangan sub sektor tersier yang produktif harus terus
ditingkatkan, misalnya melalui pembangunan pariwisata yang lebih intensif,
transformasi dan revitalisasi sektor informal menjadi sektor formal yang lebih
menekankan skill dan pengetahuan.
PERTUMBUHAN
DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
•
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pembangunan
ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan
pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan ekonomi harus dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kegiatan ekonomi di berbagai sektor akan
memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
penciptaan lapangan kerja, sehingga diharapkan peningkatan pendapatan, serta
kesejahteraan masyarakat dapat diperbaiki.
Weiss
dalam Tambunan (2001), menyatakan bahwa pembangunan ekonomi dalam periode
jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional akan membawa suatu
perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan
pertanian sebagai sektor utama, ke ekonomi modern yang didominasi oleh
sektor-sektor non primer, khususnya industri manufaktur denganincreasing
returns to scale (relasi positif antara pertumbuhan output dengan pertumbuhan
produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi.
Keberhasilan
pembangunan ekonomi di suatu wilayah dapat dilihat dari pendapatan perkapita
masyarakat yang mengalami peningkatan secara terus- menerus (dalam jangka
panjang) dan disertai terjadinya perubahan fundamental dalam struktur ekonomi.
Dengan demikian, pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya
pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur
produksi dan adanya alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti
dalam lembaga, pengetahuan atau pendidikan , dan teknik.
Pembangunan
ekonomi tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi mendorong
pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses
pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses
kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk
kenaikan pendapatan nasional. Suatu wilayah dikatakan mengalami pertumbuhan
ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di wilayah tersebut.
Untuk
meningkatkan pendapatan nasional, maka pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu
target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi.
Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal pembagnunan ekonomi suatu
Negara, umumnya perencanaan pembangunan eknomi berorientasi pada masalah
pertumbuhan. Untuk Negara-negara seperti Indonesia yang jumlah penduduknya
sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi ditambah
kenyataan bahwa penduduk Indonesia dibawah garis kemiskinan juga besar,
sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya harus jauh
lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan pendapatan
masyarakat perkapita dapat tercapai.
Pertumbuhan
ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan
pekerjaan dan pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata. Pertumbuhan
ekonomi juga harus disertai dengan program pembangunan sosial (ADB, 2004)
•
Struktur Perekonomian Indonesia
Berdasarkan tinjauan makro-sektoral perekonomian suatu negara dapat berstruktur
agraris (agricultural), industri (industrial), niaga (commercial) hal ini
tergantung pada sector apa/mana yang dapat menjadi tulang punggung perekonomian
negara yang bersangkuatan. Pergeseran struktur ekonomi secara makro-sektoral
senada dengan pergeserannya secara keuangan (spasial). Ditinjau dari sudut
pandang keuangan (spasial), struktur perekonomian telah bergeser dari struktur
pedesaan menjadi struktur perkotaan modern. Struktur perekonomian indoensia
sejak awal orde baru hingga pertengahan dasa warsa 1980-an berstruktur etatis
dimana pemerintah atau negara dengan BUMN dan BUMD sebagai perpanjangan
tangannya merupakan pelaku utama perekonomian Indonesia. Baru mulai pertengahan
dasa warsa 1990-an peran pemerintah dalam perekonomian berangsur-angsur
dikurangi, yaitu sesudah secara eksplisit dituangkan melalui GBHN 1988/1989
mengundang kalangan swasta untuk berperan lebih besar dalam perekonomian
nasional. Struktur ekonomi dapat pula dilihat berdasarkan tinjauan birokrasi
pengambilan keputusan. Berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusannya
dapat dikatakan bahwa struktur perekonomian selama era pembangunan jangka
panjang tahap pertama adalah sentralistis. Dalam struktur ekonomi yang
sentralistik, pembuatan keputusan (decision-making) lebih banyak ditetapkan
pemerintah pusat atau kalangan atas pemerintah (bottom-up).
1.
PERTUMBUHAN EKONOMI SELAMA ORDE BARU HINGGA SAAT INI
Sejak kemerdekaan pada tahun 1945, masa orde lama, masa orde baru sampai masa
sekarang (masa reformasi) Indonesia telah memperoleh banyak pengalaman politik
dan ekonomi. Peralihan dari orde lama dan orde baru telah memberikan iklim
politik yang dinamis walaupun akhirnya mengarah ke otoriter namun pada
kehidupan ekonomi mengalami perubahan yang lebih baik
Melihat
kondisi pertumbuhan Indonesia selama pemerintahan Orde Baru (sebelum krisis
ekonomi 1997) dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses
pembangunan ekonomi yang spektakuler, paling tidak pada tingkat makro. Pada
tahun 1968 PN per kapita masih sangat rendah, hanya sekitar US$60 Laju
pertumbuhan 7%-8% selama 1970-an dan turun ke 3%-4% pada taun 1980-an, hal ini
disebabkan oleh faktor eksternal seperti merosotnya harga minyak mentah di
pasar internasional menjelang pertengahan 1980-an dan resesi ekonomi dunia pada
dekade yang sama. Sejak zaman Orde Baru Indonesia menganut sistem ekonomi
terbuka, maka goncangan ekstrenal terasa dampaknya terhadap pertumbuhan
Indonesia. Perekonomian nasional pada saat itu tergantung pada pamasukan dolar
AS dari hasil ekspor komoditi primer yaitu minak dan pertanian.Tahun 1968 PN
Per Kapita US$56,7; 1973 US$126,3; 1978 US$260,3; 1983US$494,0; 1988 US$467,5;
1993 US$833,1; 1997 US$1088,0; 1998 US$640,0 dan 1999US$580,0.
Pada saat krisis ekonomi mencapai klimaksnya, yakni tahun 1998, laju
pertumbuhan PDB jatuh drastis hingga 13,1%. Namun pada tahun 1999 kembali
positif, walaupun sangat kecil yaitu 0,8%, dan tahun 2000 naik hingga 5%. Yang
disebabkan pada masa Gusdur, pemerintah, masyarakat, khusunya pelaku bisnis
sempat optimis mengenai prospek pertumbuhan Indonesia. Akan tetapi tahun 2001
pertumbuhan ekonomi kembali merosot hingga 3,3% akbat gejolak politik yang
semat memanas kembali, dan tahun 2002 pertumbuhan mengalami sedikit perbaikan
menjadi
3,66%.
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dinilai sukses menyeimbangkan
pertumbuhan ekonomi dengan agenda demokratisasi. Situasi ini berbeda dengan era
Orde Baru di mana ekonomi tumbuh namun demokrasi terabaikan. Biaya yang mahal
seperti pelanggaran hak asasi manusia di berbagai tempat, korupsi merajalela,
kebocoran anggaran, dan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Untuk contoh
terbaru, menurut Bara, adalah Rusia selama era pemerintahan Vladimir Putin.
Menurutnya, Rusia hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata namun di sisi lain,
peran oposisi terbatasi dan pembunuhan-pembunuhan misterius sering
terjadi. Karena
itu, menurut Bara, untuk saat ini figur pasangan SBY-Boediono masih menjadi
kandidat yang paling pas. ”Platform mereka jelas, yang menekankan pentingnya
aspek keadilan dalam pertumbuhan ekonomi, ”Pengamat sosiologi politik dari
Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito menilai selama satu dekade reformasi,
capaian-capaian demokrasi dan demokratisasi telah menjadi fakta historik. Pada
aras negara, banyak terobosan yang berarti yang diinisiasi oleh pemerintah
dan parlemen untuk meletakkan dasar bagi capaian perubahan sebagaimana mandat
reformasi.
”Kemajuan di bidang hak-hak sipil dan politik menunjukkan magnitudo yang luar
biasa, jauh dibandingkan era-era sebelumnya. Jaminan itu berwujud dalam
regulasi atau kebijakan yang bertujuan untuk memastikan bahwa negara
bertanggung jawab untuk memenuhi kewajibannya sesuai mandat konstitusi
kita,”ujarnya. Dalam hal hubungan sipil-militer, menurut Arie, mengalami pasang
surut di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid. Kemudian di era Megawati, justru
mengalami penurunan. ”Nah, di masa pemerintahan SBY, pemerintah mampu
mengurangi keterlibatan negara di bidang
politik." Arie menambahkan,
agenda reformasi birokrasi juga berjalan dengan baik. Ide-ide pemberantasan
korupsi untuk memperkuat good governance, perlu dilanjutkan. Dengan demikian,
dukungan masyarakat akan semakin besar. Selain itu, upaya pengentasan
kemiskinan meningkat di daerah-daerah. ”Ada rasionalisasi APBD. Anggaran untuk
birokrasi menurun, sementara budget untuk kepentingan masyarakat meningkat,”
ujar Arie.
Dalam
hal penguatan hubungan pusat-daerah, Arie menilai bahwa terjadi peningkatan
kualitas dalam beberapa tahun belakangan. ”Contohnya, di Aceh tercipta perdamaian.
Situasi di Papua membaik, walaupun perlu terus didorong upaya-upaya yang lebih
positif,” jelasnya.
2.
FAKTOR-FAKTOR PENENTU PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
1.
Faktor-Faktor Internal
Faktor-faktor tersebut
diantaranya, kondisi perbankan realisasi RAPBN 2003, terutama yang menyangkut
beban pembayaran bunga utang pemerintah dan pengeluaran stimulus pasca tragedi
Bali, hasil pertemuan CGI yang sempat ditunda akibat tragedi Bali, kebijakan
ekonomi pemerintah terutama dalam bidang fiskal dan moneter, serta perkembangan
ekspor nasional.
Kesiapan
dunia usaha Indonesia dalam menghadapi AFTA 2003 juga akan berpengaruh terhadap
prospek pertumbuhan ekonomi nasional lewat pengaruhnya terhadap prospek
perkembangan neraca perdagangan yang berarti saldo transaksi berjalan.
Faktor-faktor
non ekonomi : politik san sosial, keamanan (terutaman enyangkut apa yang akan
dilakukan pemerintah untuk mencegah tidak terulangnya lagi tragedi Bali), dan
hukum (terutama yang berkaitan langsung dengan kegiatan bisnis dan pelaksana
otonomi daerah). Perbaikan fundamental ekonomi tidak disertai kstailan politik
dan keamanan yang memadai, serta kepastian hukum.
2.
Faktor-Faktor Eksternal
Faktornya diantaranya adalah prospek perekonomian dan perdagangan dunia 2003,
kondisi politik global, terutama efek-efek dari perang AS-Irak dan krisis
senjata nuklir Korea Utara. Perang AS dan Irak akan berdampak pada efek haraga
minyak dan penurunan ekspor serta penundaan pengiriman TKI ke wilayah Timur
Tengah, sedang efek dari kore Utara, jika terjadi perang besar-besaran jelas
akan mengganggu arus perdagangan dan investasi di Asia Tenggara dan Timur
khusunya dan dunia pada umumnya.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, secara umum adalah :
1.
Faktor produksi
2.
Faktor investasi
3.
Faktor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
4.
Faktor kebijakan moneter dan inflasi
5.
Faktor keuangan Negara Chenery mengatakan bahwa perubahan struktur ekonomi
disebut sebagai transformasi struktur yang diartikan sebagai suatu rangkaian
perubahan yang saling terkait satu sama lain dalam komposisi agregat demand
(AD), ekspor-impor (X-M). Agregat supplay (AS) yang merupakan produksi dan
penggunaan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal guna mendukung
proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berlanjut (Tambunan, 2003).
Ada dua teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur
ekonomi, yakni dari Arthur Lewis tentang teori migrasi dan hoilis chenery
tentang teori transportasi struktural. Teori Lewis pada dasarnya membahas
proses pembangunan ekonomi yang terjadi di daerah pedesaan dan daerah
perkotaan. Dalamnya Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada
dasarnya terbagi menjadi dua yaitu perekonomian tradisional di pedesaan yang
didominasi sector pertanian dan perekonomian modern di perkotaan dengan
industri sebagai sector utama. Karana perekonomiannya masih bersifat
tradisional dan sub sistem, dan pertumbuhan penduduk yang tinggi maka terjadi
kelebihan supplay tenaga kerja.
3.
PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
Istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi disebut transpormasi struktural,
artinya rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan yang lainnya dalam komposisi
AD, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), AS (produksi dan penggunaan
faktor produksi yang diperlukan guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan (Chenery, 1979).
1.
Teori dan Bukti Empiris
Teori
perubahan struktural menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transpormasi
ekonomi yang ditandai oleh LDCs, yang semula lebih bersifat subsistence dan
menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang
lebih modern, yang didominasi oleh sektor-sektor nonprimer. Ada 2 teori yang
umum digunakan dalam penganalisis perubahan struktur ekonomi.
2.
Teori Migrasi (Arthus Lewis),
Bahwa
Ekonomi suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi 2 yaitu: Perekonomian
Tradisional dipedesaan yang didominasi oleh sektor pertanian Perekonomian
Modern diperkotaan dengan industri sebagai sektor utama. Di pedesaan karena
pertumbuhan penduduknay tinttgi, maka terjadi kelebihan L dan tingkat hidup
masyarakat berada pada kondisi subsistence. Kelebihan L ini ditandai dengan
produk marjinalnya yang nilainya nol dan tingkat upah riil (w) yang rendah.
Rumus ini juga berlaku bagi perekonomian Modern.
Rumusnya
:
LPD
= Fd(WP’ YP) (2,25)
LPS
= Fs(wp) (2,26)
LPD
= LPD = LP (2,27)
Persamaan
(2,25), permintaan L (LPD) yang merupakan suatu fungsi negatif dari tingkat
upah (wp) (Fd’wp>0) dan positif dari volume produksi pertanian (Yp)
(Fd’Yp>0). Persamaan (2,26) , penawaran L (LPS) yang merupakan suatu fungsi
positif dari tengkat upah (Fw’wp). Sedang persamaan (2,27) mencermintakn
keseimbangan di pasar L, yang menghasilkan tingkat w (W setelah dikoreksi
dengan inflasi) dan jumlah L tertentu.
3.
Teori Transpormasi struktural (Hollis Chenery)
Teori
ini mempokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi
di LDCs, yang mengalami transportasi dari pertanian tradisional ke sektor
industri sebagai mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Perubahan struktur
ekonomi berbarengan dengan pertumbuhan PDB yang merupakan total pertumbuhan NT
dari semua sektor ekonomi dapat dijelaskan dengan industri dan pertanian NTB
masing-masing, yakni NTBi dan NTBp yang membentuk PDB :
PDB
= NTBi + NTBp
Berdasarkan
model ini, kenaikan produksi sektor industri manufaktur dinyatakan sama
besarnya dengan jumlah empat faktor berikut :
a.
Kenaikan permintaan domestik, yang memuat permintaan langsung untuk produk
industri manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permintaan domestik
untuk produk sektor-sektor lainnya terhadap industri manufaktur.
b.
Perluasan ekspor atau efek ttal dari kanaikan jumlah ekspor terhadap produk
idustri manufaktur.
c.
Substitusi imfor atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan di tiap
sektor yang dipenuhi lewat produksi domestik terhadap output industri
manufaktur.
d.
Perubahan teknologi, atau efek total dari perubahan koefisien infut-outfut di
dalam perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan terhadap sektor
industri manufaktur.
Faktor-faktor
internal yang membedalakn kelompok LDCs yang mengalami transisi ekonomi yang
sangat pesat adalah :
•
Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri
•
Besarnya pasar dalam negeri
•
Pola distribusi pendapatan
•
Karakteristik dari industrialisasi
•
Keberadaan SDA
•
Kebijakan perdagangan luar negeri
Kalau
dilihat dari Orde Baru hingga sekarang, dapat dikatakan bahwa proses perubahan
struktur ekonomi Indonesia cukup pesat. Data BPS menunjukan bahwa tahun 1970,
NTB dari sektor pertanian menyumbang sekitar 45% terhadap pembentukan PDB, dan
pada dekade 1990-an hanya tinggal sekitar 16% hingga 20%. Menurutnya pangsa
pertanian dalam permbentukan PDB selama periode tersebut disebabkan oleh laju
pertumbuhan output (rata-rata pertahun) di sektor tersebut relatif lebih rendah
dibandingkan laju pertumbuhan output disektor-sektor lain.
BAB 6 DAN 7
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN
- Konsep
dan pengertian kemiskinan
Kemiskinan
merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan
minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis
kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold).
Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu
untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per
hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan,
pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (BPS dan
Depsos,2002:4).
Pengukuran
Kemiskinan
a. Kemiskinan relatif
Konsep yg mengacu pada garis kemiskinan
yakni ukuran kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Kemiskinan
relatifè proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata.
b. Kemiskinan absolute (ekstrim) è
Konsep yg tidak mengacu pada garus kemiskinan yakni derajad kemiskinan dibawah
dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.
·
GARIS KEMISKINAN
Garis
kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat
minimum pendapatan yang
dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang
mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum
masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih
tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.
Hampir setiap masyarakat memiliki
rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat
ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan
pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk
menanggulangi kemiskinan.
- Penyebab
dan dampak kemiskinan
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN :
1. Tingkat
pendidikan yang rendah
2. Produktivitas
tenaga kerja rendah
3. Tingkat upah
yang rendah
4. Distribusi
pendapatan yang tidak seimbang
5. Kesempatan
kerja yang sedikit
6. Kwalitas
sumber daya manusia masih rendah
7. Penggunaan
teknologi masih kurang
8. Etos kerja
dan motivasi pekerja yang rendah
9. Kultur/budaya
(tradisi)
10. Politik yang
belum stabil
Dampakdari
kemiskinan terhadap masyarakat :
1. Pengangguran merupakan dampak dari kemiskinan,
berhubung pendidikan dan keterampilan
2. Kriminalitas merupakan dampak lain dari kemiskinan.
3. Putusnya sekolah dan kesempatan pendidikan sudah pasti
merupakan dampak kemiskinan
4. Kesehatan sulit untuk didapatkan karena kurangnya
pemenuhan gizi sehari-hari akibat kemiskinan membuat rakyat miskin sulit
menjaga kesehatannya
5. Buruknya generasi penerus adalah dampak yang berbahaya
akibat kemiskinan
·
Pertumbuhan, Kesenjangan, dan Kemiskinan
1. Hubungan antara Pertumbuhan dan Kesenjangan :
Hipotesis
Kuznets. Hipotesis Kuznets timbul setelah dia melakukan penelitian di beberapa
negara secara time series. Dari penelitian tersebut ditemukan hubungan
kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan per kapita dalam kurva yang
berbentu huruf U terbalik. Kurva tersebut menggambarkan terjadinya evolusi dari
distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan (pertanian)
ke ekonomi perkotaan (industri).
2. Hubungan antara Pertumbuhan dan Kemiskinan
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh antara pertumbuhan output agregat atau PDB atau PN maupun pertumbuhan
output sektoral terhadap pengurangan jumlah orang miskin. Ravallion dan Datt
(1996) di India : menemukan bahwa pertumbuhan output di sektor-sektor primer
(pertanian) jauh lebih efektif terhadap penurunan kemiskinan dibandingkan
sektor-sektor sekunder. Kakwani (2001, Filipina) : peningkatan 1% output di
sektor pertanian dapat mengurangi jumlah org yg hidup di bwh garis kemiskinan
sedikit di atas 1%. Sedangkan % pertumbuhan yg sama di sektor industri dan jasa
hanya mngakibatkan pengurangan kemiskinan 0,25 – 0.3%.
1. Kemiskinan
dan kesenjangan.
Di
Indonesia,pada awal pemerintahan orde baru para pembuat kebijaksanaan dan
perencanaan pembangunan ekonomi di jakarta masih sangat percaya bahwa proses
pembangunan ekonomi yang pada awalnnya terpusatkan hanya di jawa,khususnya
jakarta dan sekitarnya,dan hanya disektor-sektor tertentu saja,pada akhirnya
akan menghasilkan apa yangg dimaksud dengan trickle down effects.
Namun,sejarah menunjukan bahwa setelah 40 tahun sejak pelita I tahun 1969,ternyata efek menetes tersebut kecil atau proses mengalir kebawahnya sangat lambat.akibat dari strategi tersebut dapat dilihat pada dekade 1980-an hingga krisis ekonomi terjadi pada tahun 1997,Indonesia memang menikmati lajupertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun yang tinggi,tetapi tingkat kesenjangan dalam pembagian Pendapatan Nasional juga semangkin besar dan jumlah orang miskin tetap banyak,bahkan meningkat tajam sejak krisis ekonomi.
Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Dan Distribusi Pendapatan
Data dekade 1970-an dan 1980-an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan di banyak NSB,terutama negara-negara yang proses pembangunan ekonominya sangat pesat dengan laju petumbuhan ekon0mi yang tinggi, seperti Indonesia,menunjukkan seakan-akan ada suatu korelasi positif antara laju pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan semangkin tinggi pertumbuhan PDB atau semangkin besar pendapatan per kapita semangkin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya.
Literatur mengenai evolusi atau perubahaan kesenjangan pendapatan pada awalnya didominasi ileh apa yang disebut hipotesis Kuznets.Dengan memakai data lintas negara dan data deret waktu dari sejumlah survei/observasi di setiap negara,Simon Kuznets menemukan adanya suatu relasi antara kesenjangan pendapat dan tingkat pendapatan perkapita yang terbentuk U terbalik.Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari suatu ekonomi perdesaan ke suatu ekonomi perkotaan atau dari ekonomi pertania (tradisional) ke ekonomi industri-industri (modern).
Dalam perkataan lain,apabila kurva Kuznets tersebutdiuji dengan pendekatan deret waktu,kemungkinan besar (tidak selalu) hasilnya akan berbeda dengan hasil dari studi-studi di atas.ada beberapa studiyang melihat seberapa besar efek-efek tingkat negara tersebut terhaap perubahan distribusi pendapat.hasil dari studi-studi tersebut tidak menunjukan adanya suatu relasi antara tingkat pendapatan dan kesenjangan dalam bentuk U terbalik.
Namun,sejarah menunjukan bahwa setelah 40 tahun sejak pelita I tahun 1969,ternyata efek menetes tersebut kecil atau proses mengalir kebawahnya sangat lambat.akibat dari strategi tersebut dapat dilihat pada dekade 1980-an hingga krisis ekonomi terjadi pada tahun 1997,Indonesia memang menikmati lajupertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun yang tinggi,tetapi tingkat kesenjangan dalam pembagian Pendapatan Nasional juga semangkin besar dan jumlah orang miskin tetap banyak,bahkan meningkat tajam sejak krisis ekonomi.
Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Dan Distribusi Pendapatan
Data dekade 1970-an dan 1980-an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan di banyak NSB,terutama negara-negara yang proses pembangunan ekonominya sangat pesat dengan laju petumbuhan ekon0mi yang tinggi, seperti Indonesia,menunjukkan seakan-akan ada suatu korelasi positif antara laju pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan semangkin tinggi pertumbuhan PDB atau semangkin besar pendapatan per kapita semangkin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya.
Literatur mengenai evolusi atau perubahaan kesenjangan pendapatan pada awalnya didominasi ileh apa yang disebut hipotesis Kuznets.Dengan memakai data lintas negara dan data deret waktu dari sejumlah survei/observasi di setiap negara,Simon Kuznets menemukan adanya suatu relasi antara kesenjangan pendapat dan tingkat pendapatan perkapita yang terbentuk U terbalik.Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari suatu ekonomi perdesaan ke suatu ekonomi perkotaan atau dari ekonomi pertania (tradisional) ke ekonomi industri-industri (modern).
Dalam perkataan lain,apabila kurva Kuznets tersebutdiuji dengan pendekatan deret waktu,kemungkinan besar (tidak selalu) hasilnya akan berbeda dengan hasil dari studi-studi di atas.ada beberapa studiyang melihat seberapa besar efek-efek tingkat negara tersebut terhaap perubahan distribusi pendapat.hasil dari studi-studi tersebut tidak menunjukan adanya suatu relasi antara tingkat pendapatan dan kesenjangan dalam bentuk U terbalik.
2.
Kemiskinan
Di Indonesia
Permasalahan
yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh pemerintah indonesia saat ini adalah
kemiskinan, disamping masalah-masalah yang lainnya. dewasa ini pemerintah belum
mampu menghadapi atau menyelesaikan permasalahan kemiskinan. berdasarkan
data Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10
sampai 20% tetapi telah mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia yang
berjumlah 215 juta jiwa.(www.ismailrasulong.wordpress.com).
Hal
ini diakibatkan oleh ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, juga
karena infrastruktur yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat
memperbaiki kehidupannya, selain itu juga karna SDM, SDA, Sistem, dan juga
tidak terlepas dari sosok pemimpin. Kemiskinan harus diakui memang terus
menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai negara bangsa,
bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan kemiskinan.
Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, mengapa masalah kemiskinan seakan
tak pernah habis, sehingga di negara ini, rasanya tidak ada persoalan yang
lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan
anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai
kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke
pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan
perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan dari desa ke kota
dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang lebih parah, kemiskinan
menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara
terbatas. Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja
demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak orang melakukan prilaku
menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk mendapatkan makan. Si
Miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi
mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas sektor perekonomian lokal
dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para
buruh bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit.
Bahkan yang lebih parah, kemiskinan telah membuat masyarakat kita terjebak
dalam budaya memalas, budaya mengemis, dan menggantungkan harapannya dari budi
baik pemerintah melalui pemberian bantuan. kemiskinan juga dapat meningkatkan
angka kriminalitas, kenapa penulis mengatakan bahwa kemiskinan dapat meningkatkan
angka kriminalitas, jawabannya adalah karna mereka (simiskin) akan rela
melakukan apa saja untuk dapat mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri,
membunuh, mencopet, bahkan jika ada hal yang lebih keji dari itu ia akan tega
dan berani melakukannya demi hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus
kita salahkan. kemiskinan seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan
yang tak ada habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani
persoalan kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri
ketimbang memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan
dan membebaskan Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
3.
Faktor
factor Penyebab Kemiskinan
1.
Pengangguran
Semakin banyak pengangguran, semakin
banyak pula orang-orang miskin yang ada di sekitar. Karena pengangguran atau
orang yang menganggur tidak bisa mendapatkan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Padahal kebutuhan setiap manusia itu semakin hari semakin bertambah.
Selain itu pengangguran juga menimbulkan dampak yang merugikan bagi masyarakat,
yaitu pengangguran dapat menjadikan orang biasa menjadi pencuri, perampok, dan
pengemis yang akan meresahkan masyarakat sekitar.
2.
Tingkat pendidikan yang rendah
Tidak adanya keterampilan, ilmu
pengetahuan, dan wawasan yang lebih,
masyarakat tidak akan mampu memperbaiki hidupnya menjadi lebih baik.
Karena dengan pendidikan masyarakat bisa mengerti dan memahami bagaimana cara
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi kehidupan manusia.
Dengan belajar, orang yang semula tidak bisa menjadi bisa,
salah menjadi benar, dsb. Maka dengan tingkat pendidikan yang rendah masyarakat
akan dekat dengan kemiskinan.
3. Bencana Alam
Banjir, tanah longsor, gunung
meletus, dan tsunami menyebabkan gagalnya panen para petani, sehingga tidak ada
bahan makanan untuk dikonsumsi dan dijual kepada penadah atau koperasi.
Kesulitan bahan makanan dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
tidak dapat terpenuhi.
Cara Mengatasi Kemiskinan
1. Pemerintah
harus menyediakan lebih banyak lagi lapangan pekerjaan, agar dapat membantu
masyarakat dalam memecahkan masalah kehidupan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari anggota keluarganya.
2. Jangan
menjadi pemalas! Selain pemerintah, masyarakat juga harus ikut andil dalam
mensejahterakan kehidupan. Apabila masih belum ada lowongan pekerjaan,
masyarakat bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, lebih bagus jika
lapangan pekerjaan buatan sendiri itu bisa menampung orang lain untuk menjadi
karyawan kita.
3. Bantuan
pendidikan dan kursus gratis dari pemerintah kepada masyarakat kurang mampu
agar dapat melanjutkan sekolahnya tanpa bingung soal biaya. Kursus menjahit,
memasak untuk ibu-ibu atau bapak-bapak, serta menyediakan fasilitasnya, seperti
mesin jahit dan peralatan memasak agar setelah selesai kursus, para bapak dan
ibu tersebut bisa langsung mempraktikkan keahliannya di lingkungan dimana
mereka tinggal.
4.
Kebijakan
Anti Kemiskinan
Untuk menghilangkan atau mengurangi
kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang
tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi.
Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan,
yakni :
1. pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan
dan yang prokemiskinan
2.
Pemerintahan
yang baik (good governance)
3.
Pembangunan
sosial
Untuk mendukung
strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai
dengan sasaran atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :
a. Intervensi jangka pendek, terutama
pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan
b. Intervensi jangka menengah dan panjang
o Pembangunan sektor swasta
o Kerjasama regional
o APBN dan administrasi
o Desentralisasi
o Pendidikan dan Kesehatan
o Penyediaan air bersih dan Pembangunan
perkotaan
BAB 8 DAN 9
PEMBANGUNAN EKONOMI DAN OTONOMI DAERAH
1.
Undang-undang
Otonomi Daerah
UU otonomi daerah merupakan dasar
hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia atau dapat juga disebut payung
hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.
UU otonomi daerah
itu sendiri merupakan implementasi dari ketentuan yang tercantum dalam
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyebutkan otonomi daerah sebagai
bagian dari sistem tata negara Indonesia dan pelaksanaan pemerintahan di
Indonesia.
Dasar Hukum UU Otonomi
Daerah:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
- Ketetapan MPR RI Nomor
XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian,
dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yg Berkeadilan, serta perimbangan
keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.
- Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang
Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
- UU No. 31 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
- UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Referensi:
2. Perubahan penerimaan daerah dan peranan
pendapatan asli daerah
Reformasi yang digulirkan di negeri
ini memberikan arah perubahan yang cukup besar terhadap tatanan pemerintahan di
Indonesia. Salah satu perubahan tersebut adalah lahirnya kebijakan otonomi
daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.Otonomi
daerah memberikan pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengatur urusan pelayanan dan pelaksanaan pembangunan sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kebijakan ini memberikan ruang bagi
pemerintah daerah dalam membangun dan mengembangkan daerahnya secara mandiri.
Salah satu wujud pelaksanaan otonomi
daerah ini adalah dengan adanya otonomi dalam aspek pengelolaan keuangan daerah
yang disebut otonomi fiskal atau desentralisasi fiskal. Pemerintah daerah
diberikan sumber- sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Desentralisasi fiskal memberikan
kewenangan kepada daerah untuk mengelola keuangan daerahnya. Daerah
diberikan kewenangan dalam menggali sumber- sumber penerimaan sesuai dengan
potensi yang dimiliki.Prinsip dari desentralisasi fiskal tersebut adalah money
folow functions, dimana pemerintah daerah mendapat kewenangan dalam
melaksanakan fungsi pelayanan dan pembangunan di daerahnya. Pemerintah pusat
memberikan dukungan dengan menyerahkan sumber- sumber penerimaan kepada daerah
untuk dikelola secara optimal agar mampu membiayai daerahnya dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya. Tujuannya adalah untuk mengatasi ketimpangan fiskal dengan
pemerintah pusat dan antar pemerintah daerah lainnya. Untuk meminimilaisir
ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat melalui dana transfer
tersebut, daerah dituntut dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam menggali
potensi pendapatannya. Sumber- sumber pendapatan asli daerah tersebut berupa:
pajak daerah, retribusi daerah, laba usaha milik daerah dan pendapatan lain
yang sah.
Pada prinsipnya kebijakan
desentralisasi fiskal mengharapkan ketergantungan daerah terhadap pusat
berkurang, sehingga mampu mencapai kemandirian daerah sebagaimana tercapainya
tujuan otonomi itu sendiri.Dengan demikian Pendapatan Asli Daerah (PAD)
memiliki peran yang sangat sentral dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan
daerah. Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat
Daerah disebutkan bahwa PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah
Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah
sebagai perwujudan desentralisasi.
3.
pembangunanEkonomi
Regional
Secara
tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross
Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna
pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik
Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, atau kota.
Pembangunan ekonomi daerah adalah
suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang
ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor
swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin
Arsyad, 1999).
Tujuan utama dari usaha-usaha
pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya,
harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan
dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan
memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000).
Masalah pokok dalam
pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan
pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan
menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik
secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan
inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan
untuk mencipatakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan
ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah
suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi - institusi
baru, pembangunan indistri - industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga
kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi
pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan
baru.
D.
Faktor penyebab ketimpangan ekonomi daerah
A.
Konsentrasi Kegiatan ekonomi
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang
tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah.Ekonomi daerah dengan
konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat.Sedangkan daerah
dengan tingkat ekonomi yang rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan
pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
B. Alokasi
Investasi
Indikator lain juga yang menunjukkan
pola serupa adalah distribusi investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari
luar negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN). Berdasarkan teori
pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, bahwa kurangnya Investasi di suatu
wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per
kapita di wilayah tersebut menjadi rendah, karena tidak adanya kegiatan ekonomi
yang produktif, seperti industri manufaktur.
C. Mobilitas antar Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah
Kehadiran buruh migran kelas bawah
adalah pertanda semakin majunya suatu negara.Ini berlaku baik bagi migran legal
dan ilegal. Ketika sebuah negara semakin sejahtera, lapisan-lapisan
masyarakatnya naik ke posisi ekonomi lebih tinggi (teori Marxist: naik kelas).
D. Perbedaan
SDA antar Provinsi
Dasar pemikiran klasik mengatakan
bahwa pembanguan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan
masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA.
Sebenarnya samapai dengan tingkat tertebntu pendapat ini masih dapat dikatakan,
dengan catatan SDA dianggap sebagai modal awal untuk pembangunan. Namun, belum
tentu juga daerah yang kaya akan SDA akan mempunyai tingkat pembanguan ekonomi
yang lebih tinggi juga jika tidak didukung oleh teknologi yang ada (T).
E. Perbedaan
Kondisi Demografis antar Provinsi
Kondisi demografis antar provinsi
berbeda satu dengan lainnya, ada yang disominasi oleh sektor pertanian, ada
yang didominiasi oleh sektor pariwisata, dan lain sebagainya.Perbedaan kondisi
demografis ini biasanya menyebabkan pembangunan ekonomi tiap daerah
berbeda-beda.
F. Kurang
Lancarnya Perdagangan antar Provinsi
Kurang lancarnya perdagangan antar
daerah juga menyebabkan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia.Pada umumnya
ketidaklancaran tersebut disebabkan karena keterbatasan transportasi dan
komunikasi. Perdagangan antarprovinsi meliputi barang jadi, barang modal, input
perantara, dan bahan baku untuk keperluan produksi dan jasa. Ketidaklancaran
perdagangan ini mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan lewat sisi permintaan (Demand)
dan sisi penawaran (Supply). Dari sisi permintaan, kelangkaan akan
barang dan jasa akan berdampak juga pada permintaan pasar. Sedangkan dari sisi
penawaran, sulitnya memperoleh barang modal seperti mesin, dapat menyebabkan
kegiatan ekonomi di suatu provinsi menjadi lumpuh, selanjutnya dapat
menyebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah.
Menurut
Sjafrizal (2012):
1.
Perbedaan kandungan sumber daya alam
2.
Perbedaan kondisi demografis
3.
Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa
4.
Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah
5.
Alokasi dana pembangunan antar wilayah
1.
Menurut Adelman dan Morris (1973):
1. Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita;
1. Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita;
2.
Inflasi di mana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti
secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang;
3.
Ketidakmerataan pembangunan antar daerah;
4.
Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal
(capital intensive), sehingga persentase pendapatan modal dari tambahan harta
lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja,
sehingga pengangguran bertambah;
5.
Rendahnya mobilitas sosial;
6.
Pelaksanaan kebijaksanaan industri substitusi impor yang
mengakibatkan kenaikan hargaharga barang hasil industri untuk melindungi
usaha-usaha golongan kapitalis;
7.
Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara-negara sedang
berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidak
elastisan permintaan negara-negara terhadap barang ekspor negara-negara sedang
berkembang; dan
8.
Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan,
industri rumah tangga, dan lain-lain.
E.
PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA TIMUR
Pembangunan
di Indonesia Bagian Timur lebih tertinggal dibandingkan daerah Indonesia bagian
lain. Mungkin penyebabnya tanah yang lebih tidak subur dan masalah
transportasi. Sehingga perjalanan memerlukan waktu tempuh yang lebih lama dan
medanyang berat.
Kinerja Pembangunan Kawasan Timur Indonesia
GBHN 1993 mengamanatkan perlunya menyerasikan laju
pertumbuhan antardaerah serta melaksanakan otonomi daerah yang nyata, serasi,
dinamis, dan bertanggungjawab di dalam suatu kesatuan Wawasan Nusantara.
Implikasinya adalah bahwa kebijaksanaan pembangunan daerah tidaklah sekedar
memberikan kompensasi alokasi finansial kepada propinsi atau kawasan yang
relatif tertinggal, akan tetapi justru lebih difokuskan untuk dapat menumbuhkan
sikap kemandirian dari masing-masing daerah tersebut untuk dapat mengelola dan
mengembangkan potensi sumberdaya yang dimiliki demi kepentingan daerah yang
bersangkutan pada khususnya maupun kepentingan nasional pada umumnya.
l
Selama PJP I, perkembangan ekonomi antardaerah memperlihatkan
kecenderungan bahwa propinsi-propinsi di Pulau Jawa pada umumnya mengalami
perkembangan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan propinsi lainnya di
luar Jawa.
l
Dalam PJP II, wilayah kawasan timur Indonesia (KTI) yang secara definitif
meliputi 13 propinsi yang ada di wilayah Kalimantan, Sulawesi dan kepulauan
timur, telah diberikan prioritas untuk dikembangkan dalam upaya untuk
memperkecil tingkat kesenjangan yang terjadi antara kawasan barat Indonesia
dengan KTI selama PJP I yang lalu.
l
Dalam membangun KTI, terdapat beberapa faktor pokok yang perlu diberikan
perhatian lebih mendalam dalam memformulasikan strategi pengembangannya, yaitu:
(a)
adanya keanekaragaman situasi dan kondisi daerah-daerah di KTI yang memerlukan
kebijaksanaan serta solusi pembangunan yang disesuaikan dengan kepentingan
setempat (local needs)
(b) perlunya pendekatan pembangunan yang
dilaksanakan secara terpadu dan menggunakan pendekatan perwilayahan; (c)
perencanaan pembangunan di daerah harus memperhatikan serta melibatkan
peranserta masyarakat.
(d) peningkatan serta pengembangan sektor pertanian
yang tangguh untuk dapat menanggulangi masalah kemiskinan baik di perdesaan
maupun di perkotaan melalui peningkatan pendapatan masyarakat khususnya dalam
bidang agribisnis dan agroindustri, serta penyediaan berbagai sarana dan
prasarana lapangan kerja.
1. Keunggulan Wilayah
Indonesia Bagian Timur
Keunggulan atau kekuatan yang dimiliki
IBT terutama adalah sebagai berikut.
1. Kekayaan
sumber daya alam (SDA).
2. Posisi geografis
yang strategis.
3. Potensi lahan
pertanian yang cukup luar
4. Potensi sumber daya
manusia (SDM).
Sebenarnya dengan keunggulan-keunggulan
yang dimiliki IBT tersebut di atas, kawasan ini sudah lama harus menjadi suatu
wilayah di indonesia di mana masyarakatnya makmur dan memiliki sektor
pertanian, sektor pertambangan, dan sektor industri manufaktur yang angat kuat.
Namun, selama ini kekayaan tersebut di satu pihak tidak digunakan secara
optimal dan di pihak lain kekayaan tersebut di exploited oleh “pihak
luar” yang tidak memberi keuntungan ekonomi yang berarti bagi IBT itu sendiri.
2. Kelemahan Wilayah
Indonesia Bagian Timur
Disamping memiliki berbagai keunggulan di
atas, IBT juga memiliki berbagai kelemahan yang membutuhkan sejumlah tindakan
pembenahan dan perbaikan. Kalau tidak, kelemahan-kelemahan tersebut akan
menciptakan ancaman bagi kelangsungan pembangunan ekonomi di kawasan tersebut.
Berbagai kelemahan dan kekurangan yang masih dimiliki IBT diantaranya adalah
sebagai berikut.
1. Kualitas
sumber daya manusia yang masih rendah.
2. Keterbatasan sarana
infrastruktur.
3. Kapasitas
kelembagaan pemerintah dan publik masih lemah.
4. Partisipasi
masyarakat dalam pembangunan masih rendah.
3. Tantangan dan Peluang
Di samping pengaruh kondisi internal,
pembangunan ekonomi di IBT juga mengahadapi berbagai macam tantangan, yang
kalau dapat dihadapi/diantisipasi dengan persiapan yang baik bisa berubah
menjadi sejumlah peluang besar. Salah satu peluang besar yang akan muncul di
masa mendatang adalah akibat liberalisasi ini akan membuka peluang bagi IBT,
seperti juga IBB, untuk mengembangkan aktivitas ekonomi dan perdagangan yang
ada di daerahnya masing-masing.
4. Langkah-langkah yang Harus
Dilakukan
Pada era otonomi daerah dan dalam
menghadapi era perdagangan bebas nanti, IBT harus menerapkan suatu strategi
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan yang mendorong pemanfaatan
sebaik-baiknya semua keunggulan-keunggulan yang dimiliki kawasan tersebut tanpa
eksploitasi yang berlebihan yang dapat merusak lingkungan.Dalam new
development paradigm ini, ada sejumlah langkah yang harus dilakukan,
diantaranya sebagai berikut.
a. Kualitas sumber daya
manusia harus ditingkatkan secar merata di seluruh daerah di IBT. Peningkatan
kualitas sumber daya manusia harus merupakan prioritas utama dalam kebijakan
pembangunan ekonomi dan sosial di IBT.
b. Pembangunan sarana
infrastruktur juga harus merupakan prioritas utama, termasuk pembangunan
sentra-sentra industri dan pelabuhan-pelabuhan laut dan udara di
wilayah-wilayah di IBT yang berdasarkan nilai ekonomi memiliki potensi besar
untuk dikembangkan menjadi entreport.
c. Kegiatan-kegiatan
ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif berdasarkan kekayaan sumber daya
alam yang ada harus dikembangkn seoptimal mungkin, di provinsi di IBT harus
berspesialisasi dalam suatu kegiatan ekonomi yang sepenuhnya didasarkan pada
keunggulan komparatif yang dimiliki oleh masing-masing daerah/provinsi.
d. Pembangunan ekonomi
di IBT harus dimotori oleh industrialisasi yang dilandasi oleh keterkaitan
produksi yang kuat antara sektor industri manufaktur dan sektor-sektor primer,
yakni pertanian dan pertambangan.
F.
Teori dan analisis pembangunan ekonomi daerah
Perbedaan
karakteristik wilayah berarti perbedaan potensi yang dimiliki, sehingga
membutuhkan perbedaan kebijakan untuk setiap wilayah.Untuk menunjukkan adanya
perbedaan potensi ini maka dibentuklah zona-zona pengembangan ekonomi wilayah.
Zona Pengembangan Ekonomi Daerah adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster, misalnya : Zona Pengembangan Sektor Pertanian yang terdiri dari Cluster Bawang Merah, Cluster Semangka, Cluster Kacang Tanah, dst.
Zona pengembangan ekonomi daerah (ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), bertujuan:
1. Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
2. Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan.
3. Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa ini.Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam berbagai teori dan analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal. Salah satu analisis yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan Tak Seimbang, yang dikemukakan oleh Hirscman :
“Jika kita mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.
Model pembangunan tak seimbang menolak pemberlakuan sama pada setiap sektor yang mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah. Model pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi pembangunan pada sektor yang menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada akhirnya akan merangsang perkembangan sektor lainnya.
Terdapat pula analisis kompetensi inti (core competiton).Kompetensi inti dapat berupa produk barang atau jasa yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun perekonomiannya. Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah :
“Suatu kumpulan kemampuan yang terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya sebagai hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi keberhasilan bersaing suatu bisnis”.
Sedangan menurut Reeve (1995) adalah :
“Aset yang memiliki keunikan yang tinggi, sulit ditiru, keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan yang unik, sehingga mampu membentuk suatu kompetensi inti”.
Zona Pengembangan Ekonomi Daerah adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster, misalnya : Zona Pengembangan Sektor Pertanian yang terdiri dari Cluster Bawang Merah, Cluster Semangka, Cluster Kacang Tanah, dst.
Zona pengembangan ekonomi daerah (ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), bertujuan:
1. Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
2. Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan.
3. Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa ini.Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam berbagai teori dan analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal. Salah satu analisis yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan Tak Seimbang, yang dikemukakan oleh Hirscman :
“Jika kita mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.
Model pembangunan tak seimbang menolak pemberlakuan sama pada setiap sektor yang mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah. Model pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi pembangunan pada sektor yang menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada akhirnya akan merangsang perkembangan sektor lainnya.
Terdapat pula analisis kompetensi inti (core competiton).Kompetensi inti dapat berupa produk barang atau jasa yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun perekonomiannya. Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah :
“Suatu kumpulan kemampuan yang terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya sebagai hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi keberhasilan bersaing suatu bisnis”.
Sedangan menurut Reeve (1995) adalah :
“Aset yang memiliki keunikan yang tinggi, sulit ditiru, keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan yang unik, sehingga mampu membentuk suatu kompetensi inti”.
SEKTOR PERTANIAN
PENDAHULUAN
Pertanian adalah kegiatan
pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan
bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan
sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok
tanam (bahasa
Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising),
meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk
lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti
penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata
pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya
menyumbang 4% dari PDB dunia.Sejarah Indonesia sejak masa kolonial
sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan,
karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan
pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah
Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang
pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk
meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.
Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian
dengan dukungan ilmu-ilmu pendukungnya.Inti dari ilmu-ilmu pertanian adalah biologi dan ekonomi.Karena pertanian selalu
terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu
tanah, meteorologi, permesinan pertanian, biokimia, dan statistika, juga dipelajari dalam
pertanian.Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian
karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya.Petani
adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh
"petani tembakau" atau "petani ikan".Pelaku budidaya hewan
ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.
BAB II
SEKTOR PERTANIAN
PEMBAHASAN
A.
Sejarah singkat pertanian dunia
Domestikasianjing diduga telah dilakukan
bahkan pada saat manusia belum mengenal budidaya (masyarakat berburu dan
peramu) dan merupakan kegiatan peternakan yang pertama kali.
Kegiatan pertanian
(budidaya tanaman dan ternak) merupakan salah satu kegiatan yang paling awal
dikenal peradaban manusia dan mengubah total bentuk kebudayaan. Para ahli prasejarah
umumnya bersepakat bahwa pertanian pertama kali berkembang sekitar 12.000 tahun
yang lalu dari kebudayaan di daerah "bulan sabit yang subur" di Timur
Tengah, yang meliputi daerah lembah Sungai
Tigris dan Eufrat terus memanjang ke
barat hingga daerah Suriah dan Yordania sekarang. Bukti-bukti
yang pertama kali dijumpai menunjukkan adanya budidaya tanaman biji-bijian (serealia, terutama gandum kuna seperti emmer)
dan polong-polongan di daerah tersebut.
Pada saat itu, 2000 tahun setelah berakhirnya Zaman Es terakhir di era Pleistosen, di dearah ini banyak
dijumpai hutan dan padang yang sangat cocok bagi mulainya pertanian. Pertanian
telah dikenal oleh masyarakat yang telah mencapai kebudayaan batu muda (neolitikum), perunggu dan megalitikum.Pertanian mengubah
bentuk-bentuk kepercayaan, dari pemujaan terhadap dewa-dewa perburuan menjadi
pemujaan terhadap dewa-dewa perlambang kesuburan dan ketersediaan pangan.
Teknik budidaya tanaman
lalu meluas ke barat (Eropa dan Afrika
Utara, pada saat itu Sahara belum sepenuhnya
menjadi gurun) dan ke timur (hingga Asia
Timur dan Asia
Tenggara). Bukti-bukti di Tiongkok menunjukkan adanya
budidaya jewawut (millet) dan padi sejak 6000 tahun
sebelum Masehi. Masyarakat Asia Tenggara telah mengenal budidaya padi sawah paling tidak pada saat
3000 tahun SM dan Jepang serta Korea sejak 1000 tahun SM.
Sementara itu, masyarakat benua Amerika mengembangkan tanaman dan hewan
budidaya yang sejak awal sama sekali berbeda.
Hewan ternak yang
pertama kali didomestikasi adalah kambing/domba (7000 tahun SM) serta babi (6000 tahun SM),
bersama-sama dengan domestikasi kucing.Sapi, kuda, kerbau, yak mulai dikembangkan
antara 6000 hingga 3000 tahun SM. Unggas mulai dibudidayakan lebih kemudian.Ulat
sutera diketahui telah diternakkan 2000 tahun SM. Budidaya ikan air
tawar baru dikenal semenjak 2000 tahun yang lalu di daerah Tiongkok dan Jepang.
Budidaya ikan laut bahkan baru dikenal manusia pada abad ke-20 ini.
Budidaya sayur-sayuran
dan buah-buahan juga dikenal manusia telah lama.Masyarakat Mesir Kuna (4000
tahun SM) dan Yunani Kuna (3000 tahun SM) telah mengenal baik budidaya anggur dan zaitun.
B.
Peranan Sektor Pertanian: Kerangka Analisis
Mengikuti analisis
klasik dari Kuznets (1964), pertanian di LDCs dapat dilihat sebagai suatu
sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat (4) bentuk kontribusinya
terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, yaitu sebagai berikut:
Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan
output di sektor pertanian, baik dari sisi permintaan sebagai sumber pemasokan
makanan yang kontinu mengikuti pertumbuhan penduduk, maupun dari sisi penawaran
sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti
industri manufaktur.
Di negara-negara agraris seperti Indonesia, pertanian berperan sebagai
sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari
sektor-sektor ekonomi lainnya.
Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya.
Sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (sumber devisa), baik
lewat ekspor hasil-hasil pertanian maupun dengan peningkatan produksi pertanian
dalam negeri menggantikan impor (substitusi impor).
1.
Kontribusi Produk
Dalam system ekonomi terbuka, besar
kontribusi produk sector pertanian bisa lewat pasar dan lewat produksi dg
sector non pertanian.
Dari sisi
pasar, Indonesia menunjukkan pasar domestic didominasi oleh produk pertanian
dari LN seperti buah, beras & sayuran hingga daging.
Dari sisi
keterkaitan produksi, Industri kelapa sawit & rotan mengalami kesulitan
bahan baku di dalam negeri, karena BB dijual ke LN dengan harga yg lebih mahal.
2.
Kontribusi
Pasar
Negara agraris merup sumber bagi
pertumbuhan pasar domestic untuk produk non pertanian seperti pengeluaran
petani untuk produk industri (pupuk, pestisida, dll) & produk konsumsi
(pakaian,mebel, dll) Keberhasilan kontribusi pasar dari sector pertanian ke
sector non pertanian tergantung:
Pengaruh
keterbukaan ekonomi Membuat pasar sector non pertanian tidak hanya diisi
dengan produk domestic, tapi juga impor sebagai pesaing, sehingga konsumsi yang
tinggi dari petani tidak menjamin pertumbuhan yang tinggi sector non pertanian.
Jenis
teknologi sector pertanian Semakin moderen, maka semakin tinggi demand produk
industri non pertanian
- Kontribusi Faktor Produksi.
F.P yang dapat dialihkan dari sector
pertanian ke sektor lain tanpa mengurangi volume produksi pertanian Tenaga kerja
dan Modal
Di Indonesia hubungan investasi
pertanian & non pertanian harus ditingkatkan agar ketergantungan Indonesia
pada pinjaman LN menurun. Kondisi yang harus dipenuhi untuk merealisasi hal
tsb:
Harus ada
surplus produk pertanian agar dapat dijual ke luar sectornya. Market surplus
ini harus tetap dijaga & hal ini juga tergantung kepada factor penawaran
Teknologi, infrastruktur & SDM dan factor permintaan nilai tukar produk
pertanian & non pertanian baik di pasar domestic& LN
Petani harus net savers Pengeluaran konsumsi oleh petani < produksi
- Kontibusi Devisa
Kontribusinya
melalui :
Secara
langsung ekspor produk pertanian & mengurangi impor.
Secara
tidak langsung peningkatan ekspor & pengurangan impor produk berbasis
pertanian seperti tekstil, makanan & minuman, dll
Kontradiksi kontribusi produk &
kontribusi devias peningkatan ekspor produk pertanian menyebabkan
suplai dalam negari kurang dan disuplai dari produk impor.Peningkatan ekspor produk pertanian
berakibat negative thd pasokan pasar dalam negeri. Untuk menghindari trade off
ini 2 hal yg harus dilakukan:
Peningkatan
kapasitas produksi.
Peningkatan
daya saing produk produk pertanian
C.
Struktur Perekonomian Indonesia dalam Sektor Pertanian
Struktur perekonomian Indonesia
merupakan topik strategis yang sampai sekarang masih menjadi topik sentral
dalam berbagai diskusi di ruang publik.Kita sudah sering mendiskusikan topik
ini jauh sebelum era reformasi tahun 1998.Gagasan mengenai langkah-langkah
perekonomian Indonesia menuju era industrialisasi, dengan mempertimbangkan
usaha mempersempit jurang ketimpangan sosial dan pemberdayaan daerah, sehingga
terjadi pemerataan kesejahteraan kiranya perlu kita evaluasi kembali sesuai
dengan konteks kekinian dan tantangan perekonomian Indonesia di era
globalisasi.
Tantangan perekonomian di era
globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek dari
perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia mempunyai
jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar
dari Merauke sampai Sabang.Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan
utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu
dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.
Berdasarkan pertimbangan ini, maka
sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia.
Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan
masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor
pertanian kita juga semakin kuat.
Seiring dengan transisi
(transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan.Di
sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi
pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa.Hal ini
karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani.Perkembangan
penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan
berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah.Perkembangan
industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.
Selain berkurangya lahan beririgasi
teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan.Salah
satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi
lahan pertanian juga berkurang.Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi
yang ada perlu diperbaiki.Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin
berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh
pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan
ke lahan pertanian.
Sesuai dengan permasalahan aktual
yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan
semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat
menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena
semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam
dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan
struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan
terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.
Struktur tenaga kerja kita sekarang
masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009),
selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan
industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai
2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran
sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan pertumbuhan besar untuk
tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62
persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan
konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya
memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu
masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi,
perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.
Data ini juga menunjukkan peran
penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas tenaga kerja
Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan di
sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua
strategi yang dapat dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat Indonesia di masa depan.
Strategi pertama adalah melakukan
revitalisasi berbagai sarana pendukung sektor pertanian, dan pembukaan lahan
baru sebagai tempat yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat
Indonesia.Keberpihakan bagi sektor pertanian, seperti ketersediaan pupuk dan
sumber daya yang memberikan konsultasi bagi petani dalam meningkatkan
produktivitasnya, perlu dioptimalkan kinerjanya.Keberpihakan ini adalah
insentif bagi petani untuk tetap mempertahankan usahanya dalam pertanian.
Karena tanpa keberpihakan ini akan semakin banyak tenaga kerja dan lahan yang
akan beralih ke sektor-sektor lain yang insentifnya lebih menarik.
Strategi kedua adalah dengan
mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain yang akan
menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sektor ini juga merupakan sektor
yang jumlah tenaga kerjanya banyak, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan
restoran serta industri pengolahan.Sarana pendukung seperti jalan, pelabuhan,
listrik adalah sarana utama yang dapat mengakselerasi pertumbuhan di sektor
ini.
Struktur perekonomian Indonesia
sekarang adalah refleksi dari arah perekonomian yang dilakukan di masa lalu.Era
orde baru dan era reformasi juga telah menunjukkan bahwa sektor pertanian masih
menjadi sektor penting yang membuka banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat
Indonesia.Sektor pertanian juga menyediakan pangan bagi masyarakat Indonesia.
Saat ini kita mempunyai kesempatan
untuk mempersiapkan kebijakan yang dapat membentuk struktur perekonomian
Indonesia di masa depan. Namun, beberapa permasalahan yang dihadapi sektor
pertanian di masa ini perlu segera dibenahi, sehingga kita dapat meneruskan
hasil dari kebijakan perekonomian Indonesia yang sudah dibangun puluhan tahun
lalu, dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia sampai saat sekarang
ini.
D.
Kontribusi terhadap kesempatan kerja
Di suatu Negara besar seperti
Indonesia, di mana ekonomi dalam negerinya masih di dominasi oleh ekonomi
pedesaan sebagian besar dari jumlah penduduknya atau jumlah tenaga kerjanya
bekerja di pertanian. Di Indonesia daya serap sektor tersebut pada tahun 2000
mencapai 40,7 juta lebih. Jauh lebih besar dari sector manufaktur.Ini berarti
sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi.
Kalau dilihat pola perubahan
kesempatan kerja di pertanian dan industri manufaktur, pangsa kesempatan kerja
dari sektor pertama menunjukkan suatu pertumbuhan tren yang menurun, sedangkan
di sektor kedua meningkat. Perubahan struktur kesempatan kerja ini sesuai
dengan yang di prediksi oleh teori mengenai perubahan struktur ekonomi yang
terjadi dari suatu proses pembangunan ekonomi jangka panjang, yaitu bahwa
semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin kecil peran dari sektor primer,
yakni pertambangan dan pertanian, dan semakin besar peran dari sektor sekunder,
seperti manufaktur dan sektor-sektor tersier di bidang ekonomi. Namun semakin
besar peran tidak langsung dari sektor pertanian, yakni sebagai pemasok bahan
baku bagi sektor industri manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya.
E.
Faktor-faktor Determinan
Kemampuan Indonesia untuk
meningkatkan produksi ditentukan oleh banyak factor yaitu,eksternal dan
internal. Yang termasuk dalam factor eksternal adalah iklim walau baggaimanapun
kita tidak dapat mengatur cuaca sekalipun mempunyai teknologi yang canggih
karna cuaca mudah berubah-ubah sehingga mempengaruhi perkembangan pertanian.
Faktor internal termasuk diantaranya luas lahan,bibit,berbagai macam
pupuk,pestisida,ketersediaan dan kualitas infrastruktur termasuk irigasi,jumlah
dan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia).
BAB III
KESIMPULAN
Di Indonesia kaya akan tanah subur dan alam yang indah,
tetepi bagaimana cara kita merawat itu semua. Sektor pertanian di Indonesia
dapat berkembang dengan pesat untuk mengalahkan” pasar luar negeri” karna kualitas
kita tidak kalah hebat dengan para pesaing kita hanya saja akibat kurang
perhatiannya pemerintah dan kesadaran masyarakat menjadikan pertanian kita
semakin terpuruk. Kita harus lebih menghargai hasil dari para petani kita karna
kualitas kita sebenarnnya lebih baik dari pada pesaing kita hanya berbeda
harga. Untuk menyeimbangkan harga itu kita memerlukan bantuan pemerintah dan
masyarakat agar menjadi yang terbaik
Sumber :
2.
Tamunan,Tulus T.H. (2003), Perekonomian Indonesia,Jakarta:Ghalia Indonesia
4.
http://keuangan.kontan.co.id/v2/read/keuangan/62069/BI-dukung-peningkatan-kredit-sektor-pertanian